ARTIKEL UNGGULAN
DISKURSUS QIRA`AH SAB`AH DALAM KITAB AL-TAYSIR FI AL-QIRA`ATI AL-SAB`I
- Get link
- Other Apps
DISKURSUS QIRA`AH SAB`AH DALAM KITAB “AL-TAYSIR FI AL-QIRA`ATI AL-SAB`I”
Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas Akhir
Mata Kuliah Ilmu Qira`at dan Tafsir
Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Saifuddin, M.A.
Oleh:
BASRI
(1320510021)
PRODI AGAMA DAN FILSAFAT
KONSENTRASI STUDI AL-QUR’AN DAN HADIS
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2015
DISKURSUS QIRA`AH SAB`AH DALAM
KITAB “AL-TAYSI>R FI> AL-QIRA>`A>TI AL-SAB`I”
A.
Pengantar
Secara umum, kitab al-Taysi>r fi> al-Qira>`a>ti al-Sab`i yang ditulis
oleh al-Imam Abu `Amr Utsman bin Sa`id ad-Da>niy merupakan kitab yang mendeskripsikan
tentang qira`at atau bacaan tujuh imam qurra` yang shahih atau yang
dikenal dengan istilah qira`ah sab`ah. Imam Abu `Amr Utsman bin Sa`id
ad-Da>niy sendiri adalah salah seorang
ulama yang berasal dari Andalusia yang lahir pada tahun 371 H. Pengembaraan
intelektualnya berawal ketika ia menuntut ilmu di Qirwan selama 4 bulan,
kemudian ia melanjutkan ke kota Mesir untuk mempelajari hadis, fiqh, dan
qira`at. Tidak hanya sampai di situ, beliau kemudian melanjutkan perjalanan
ilmunya ke Makkah dan berguru kepada Abu Abbas Muhammad al-Bukhari dan Abu
al-Hasan bin Farras. Setelah itu ia kembali lagi ke Andalusia dan menetap
Kordoba sampai pada tahun 403 H. Tahun 409 H, beliau melanjutkan pengembaraan
ilmunya ke beberapa tempat: Wathah, Daniyah, Mayuraqah, dan kembali lagi ke
Daniyah pada tahun 417 H. Dan di Daniyah inilah akhir perjalanan hidup beliau
dalam menuntut ilmu.
Dalam mempelajari ilmu qira`at, Abu
`Amr ad-Da>niy memiliki banyak guru. Di
antaranya ialah: Abu al-Qasim Khalfa bin Ibrahim al-Mishriy (402 H), Abu
al-Qasim Abdul Aziz bin Ja`far bin Khawa>siti> al-Farisi (412 H), Abu al-Fatah
Faris bin Ahmad bin Musa al-Himashi (401 H), Abu al-Hasan Thahir bin Abdul
mun`im bin Ghalbun al-Hilbiy, dan Abu al-Faraj Muhammad bin Abdullah An-Najjad
(400 H), dan masih banyak lagi guru-gurunya yang lain dalam ilmu qira`at. Oleh
karena itu, dari kecerdasan dan ketekunannya dalam menimba ilmu pengetahuan,
beliau telah memiliki beberapa “buah tangan” yang sangat bermanfaat dalam ilmu
pengetahuan sampai dikatakan ada 120 judul kitab. Di antaranya ialah: Ja>mi`ul Baya>n fi al-Qira>`a>ti al-Sab`I, I>ja>z al-Baya>n fi Qira>`ah Warasy, al-Muhtawa> fi al-Qira>`a>ti asy-Syawa>dz, Madza>hib al-Qurra>` fi
al-Hamzatain, dan lain-lain.
Dan kitab al-Taysi>r fi> al-Qira>`a>ti al-Sab`I yang akan
dipaparkan dalam makalah ini, merupakan
salah satu dari karya beliau dalam bidang ilmu qira`at. Dalam bukunya
ini dijelaskan bagaimana profil ketujuh imam qira`at yang shahih, bagaimana
kaidah-kaidah bacaan mereka, serta berbagai macam qira`ah mereka dalam Al-Qur`an.
Beliau memaparkannya secara global dan bahasa yang ringan untuk memberikan
kemudahan para pembaca yang ingin mengetahui bacaan qira`ah sab`ah.
B.
Pembahasan
1.
Profil Tujuh
Imam Qurra`
Adapun yang termasuk
dalam tujuh imam qurra` yang shahih atau yang disebut dengan qira`ah
sab`ah ialah:
a.
Nafi al-Madani. Nama lengkap beliau
ialah Nafi bin Abdurrahman bin Abi
Nu’aim,
lahir di kota Ishfahan dan wafat di Madinah pada tahun 169 H. Perawi dari Nafi ini adalah Qalun, yang bernama lengkap ‘Isa bin Mina al-Madani al-Zuraqi
(w. 220
H), dan Warasy, yang berama lengkap ‘Usman bin Sa’id al-Misri (w.197 H). Dan adapun guru-gurunya ialah: Yazid bin al-Qa’qa’, Hurmuz, Syaibah, Muslim bin Jundab, dan al-Rumani. Mereka belajar qira`ah dari Abu Hurairah, Ibn Abbas, Ubay bin Ka’ab dari Nabi.
b.
Ibn Kasir al-Makki. Nama lengkap beliau ialah Abdullah
ibn Kasir al-Dari, ia masuk dalam golongan tabi’in yang wafat pada tahun 120 H
di Makkah. Perawinya adalah Qunbul, yang bernama lengkap Muhammad bin
Abdurrahman Sa’id bin Jurjah al-Mahzumi (w.280), dan al-Bizziy, yakni Ahmad bin
Muhammad Abdullah bin Qasim (w. 240). Dan adapun guru ibn Kasir sendiri ada tiga: yakni Saib al-Mahzumi yang
belajar qira`ah dari Ubay, Mujahid bin Jabar, dan Darbas. Mereka
belajar qira`ah dari Ibn Abbas,
Ubay dan Zaid, kemudian Nabi Muhammad saw.
c.
Abu `Amr al-Bashri. Nama lengkapnya ialah Abu `Amr bin `Ala
bin `Ammar. Beliau wafat di Kufah pada tahun 154 H. Adapun perwainya adalah
al-Duri, yakni Abu Amr Hafs bin Umar bin Abdul Azis (w. 250 H) dan al-Su>si>, yakni Abu Syuaib Shaleh bin Ziyad bin Abdullah (w. 261
H). Dan guru Abu `Amr sendiri ialah di antaranya Mujahid, Sa`id bin Jabir,
Ikrimah, dan Atha` bin Rabah yang merupakan para ahli qira`ah dari Hijaz dan
Makkah. Sedangkan yang berasal dari Madinah ialah Yazid bin Qa’qa, dan dari Rumani,
dari Ahli Basrah yakni Hasan al-Basri, Yahya bin Ya’mar.
d.
Ibn `Amir. Nama lengkapnya ialah Abdullah
bin Amir Al-Yahsabi.
Beliau termasuk golongan
tabi’in yang wafat pada tahun 118 H di Damaskus. Perawinya adalah Hisyam bin ‘Ammar bin Nasir bin Aban (w. 245) dan Ibn Zakwan, yakni Abdullah bin Ahmad bin Basyir bin Zakwan (w. 242). Dan adapun guru beliau adalah Abu Darda`
yang qira`ahnya berasal dari Nabi, dan Mughirah dari Usman, kemudian Nabi
Muhammad saw.
e.
`Ashim.
Nama lengkapnya ialah `Ashim bin Abi al-Nujjud. Beliau adalah seorang tabi’in yang wafat di Kufah pada tahun 127
H. Perawinya adalah Abu
Bakar Syu’bah bin ‘Iyasi bin Salim al-Asadi (w. 194) dan
Abu Umar Hafs
bin Sulaiman
bin Maghirah al-Asadi (w. 190).
Dan adapun guru imam `Ashim sendiri ialah Abu Abdurrahman bin Hubaib al-Sulami yang
qira`ahnya berasal dari Usman, Ali,
Ubay, Zaid, Ibn Mas’ud, dan Nabi. sedangkan Zirr bin Hubais dari Usman,
Ibn Mas’ud, dan Nabi Muhammad saw.
f.
Hamzah. Nama lengkapnya ialah Hamzah bin Habib bin `Umma>rah bin Isma’il. Beliau wafat di Halwan pada tahun 156 H
di masa khalifah Abi Ja`far al-Manshur. Perawinya adalah Abu Muhammad Khalaf bin Hisyam
al-Bazzar (w. 219) dan Khallad bin Khalid as-Sayrafi (w.210). sedangkan gurunya
ialah antar lain: Mughirah bin Miqsam, Ja’far bin Muhammad al-Shadiq, al-A`masy
dari Yahya bin Wassab, dari para sahabat Ibn Mas’ud, seperti ‘Alqamah, Aswad,
al-Khuza`i, Zirr dari Ibn Mas’ud, dan dari Nabi Muhammad saw.
g.
Al-Kisa`i. Nama lengkapnya ialah Ali bin Hamzah al-Nahwi. Beliau wafat di Kufah pada tahun 189 H. Perawinya adalah Abu al-Hars, yakni al-Laits bin Khalid al-Baghdadi (w. 240) dan Abu Umar, yakni Hafs al-Duri al-Nahwi (w. 246). Sedangkan gurunya ialah antara lain: Hamzah bin Hubaib, Isa al-Hamdani, dan dari para ahli Kufah.
2.
Kaidah-Kaidah Qira`ah
Sab`ah
Dari ketujuh imam qurra` yang telah
disebutkan, masing-masing dari mereka mempunyai kaidah tersendiri
dalam membaca ayat-ayat Al-Qur`an. Kaidah-kaidah tersebut bisa saja berbeda
antara satu dengan yang lain. Beberapa kaidah yang dimaksud ialah:
a.
Tentang bacaan
Isti`adzah
Tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama
qurra` mengenai bacaan ta`awudz, yakni seperti yang terdapat dalam QS.
Al-Nahl ayat 98 “Ø£َعُوذُ بِاللهِ Ù…ِÙ†َ
الشَّÙŠْØ·َانِ الرَّجِيمِ”. Sedangkan mengenai
bacaan tersebut dibaca keras atau pelan baik
ketika di awal membaca Al-Qur’an,
di tengah, atau
yang lainnya, para ulama berbeda pendapat. Ishaq al-Musayyabi mengatakan bahwa Nafi` membaca isti’adzah secara
pelan ketika membaca Al-Qur’an secara keseluruhan.
Sedangkan Sulaim mengatakan
bahwa Hamzah mengeraskan
bacaan
isti’adzah-nya hanya pada surat al-Fatihah, dan pada surah yang lain dipelankan. Dan Khalaf dan Khallad mengatakan bahwa Hamzah memperbolehkan membaca isti’adzah secara pelan ataupun keras ketika membaca Al-Qur’an.
b.
Tentang
bacaan basmalah
Para ulama qurra` berbeda pendapat mengenai membaca basmalah
di antara
dua surah. Adapun Ibnu Katsir, Qalun, ‘Asim dan al-Kisa`i membaca basmalah di
antara dua surah secara keseluruhan, kecuali di
antara surah al-Anfa>l dan
al-Taubah. Dan para ulama tidak
berbeda pendapat mengenai tidak membaca basmalah di
antara kedua surah tersebut. Sedangkan Hamzah hanya menyambungkan (washal)
akhir surah dengan
awal surat tanpa membaca basmalah. Madzhab Warasy, Abu ‘Amr dan Abu ‘Amir juga tidak
membaca basmalah, namun hanya berhenti pada akhir surah. Ada yang hanya membaca fashal
(memisah) bacaan basmalah hanya pada empat surah, yakni surat al-Muddatsir
dan surah al-Qiyamah, surah al-Infithar dan surah al-Muthaffifin, surah al-Fajr dan surah al-Balad, serta surah al-‘Ashr dan al-Humazah.
Dan
Tidak ada perbedaan pendapat mengenai membaca basmalah pada awal surat al-fatihah.
Sedangkan pada surah yang lain, para ulama memberikan
kebebasan, ingin membaca basmalah atau tidak.
c.
Tentang penyebutan dua huruf yang sama pada satu kata
atau dua kata
Adapun Abu `Amr tidak meng-idhgam-kan 2 huruf yang sama
pada satu kata kecuali hanya pada 2 ayat. Yakni yang pertama, pada surah al-Baqarah (QS. 2:200) “manaasikakum”. Dan yang kedua,
pada surah al-Muddatstsir (QS. 74:42) “maa salakakum”. Dan selain
daripada itu, ia membacanya dengan jelas (idzhar). Dan adapun jika ada 2 huruf yang sama pada 2 kata, maka huruf yang
pertama di-idhgam-kan kepada huruf yang kedua baik huruf sebelumnya itu
bersukun atau berharakat. Dan ini berlaku pada semua ayat Al-Qur`an.
Sebagai contoh: “fiihi hudan”, “innahuu hua”, “an ya`tiya
yaumun”, dan selainnya. Kecuali pada firman-Nya dalam surah Luqman: “falaa
yahzunka kufruhuu” (QS. 31:23), ayat ini tidak di-idhgam-kan karena
adanya “nun” sukun sebelum huruf “kaf”, maka ia harus dibaca
samar. Dan adapun jika huruf yang pertama dari 2 huruf yang sama itu
bertasydid, bertanwin, atau ia sebagai “ta” mukhatab, atau mutakallim,
seperti firman-Nya: “uhilla lakum”, “ummi muusaa”, “kuntu
turaaban”, dan yang serupa dengan itu, maka lafadz tersebut tidak di-idhgam-kan.
Dan para ulama qurra` berbeda pendapat mengenai huruf “waw”
dari kata “huwa”. Jika huruf “ha” sebelumnya didhammah, kemudia
bertemu huruf yang sama, seperti firman-Nya: “illaa huwa walmalaaikatu”,
“ka`annahuu huwa wa uutiinal `ilmu”, dan yang serupa dengan itu, maka
Ibnu Mujahid membacanya dengan idzhar. Sedangkan yang lain membacanya
dengan idhgam. Dan Ibnu Mujahid dan selainnya sepakat membaca secara idhgam
jika ada huruf “ya” bertemu dengan huruf “ya”. Seperti pada
firman-Nya: “an ya`tiya yawmun” dan “nuudiya yaamuusaa”. Dan
adapun firman-Nya: “wallaa`iy ya`isna” pada surah ath-Thalaq (QS. 65:4),
bagi madzhab yang menggantu huruf hamzah dengan “ya” sukun, maka tidak
boleh membacanya dengan idhgam.
d.
Tentang
penyebutan dua huruf yang hampir sama pada satu kata atau dua kata
Para ulama sepakat tidak
dibaca idhgam jika ada 2 huruf yang hampir sama dalam satu kata kecuali
huruf “qaf” bertemu dengan “kaf” yang berbentuk dhamir jama`
mudzakkar, dan jika huruf sebelum “qaf” itu berharakat. Seperti pada
firman-Nya: “khalaqakum”, “razaqakum”, “yakhluqukum”, “yarzuqukum”,
“waatsaqakum”, dan yang serupa dengan itu. Hanya saja ulama berbeda
pendapat pada firman-Nya: “in thallaqakunna” pada surah al-Tahrim (QS.
66:5), adapun Ibnu Mujahid dan mayoritas pengikutnya membacanya dengan idzhar,
sedangkan yang lain membacanya dengan idhgam. Dan adapun jika ada 2 huruf yang hampir sama berada pada 2 kata, maka
dibaca idhgam. Khusus pada 16 huruf ini. Yakni: 1. Ha. 2. Qaf
3. Kaf 4. Jim 5. Syin 6. Dha` 7. Sin 8. Dal 9. Ta 10. Dzal 11. Tsa` 12. Ra 13.
Lam 14. Nun 15. Mim, dan 16. Ba. Semua huruf ini dibaca idhgam selama
huruf yang pertama tidak bertanwin, bertasydid, atau ia sebagai “ta”
mukhatab, atau mu`tal.
e.
Tentang
penyebutan huruf “Ra” bagi Madzhab Warasy
Adapun Madzhab Warasy membaca tebal huruf “ra” yang difathah
jika didahului dengan huruf isti`la`. Seperti: “i`raadhan”, “ishrahum”,
“qithran”, dan “fithrathallaahi”. Dan tidak ada perbedaan
pendapat membaca tebal huruf “ra” yang difathah jika sebelumnya ada
kasrah yang tidak lazim. Contohnya: “birasuulin”, “birasyiidin”,
“biru`uusikum”, “liruqiyyika”, dan yang serupa dengan itu. Dan
juga dibaca tebal kata “ulidhdharari” pada surah an-Nisa` (QS. 4:95)
karena didahului dengan huruf “dha`”. Sedangkan ulama yang lain membaca
tebal fathah huruf “ra” semua yang telah dijelaskan.
Dan adapun semua huruf “ra” yang didahului dengan huruf yang
berfathah dan berdhammah dan ia disertai dengan huruf yang bersukun, sedangkan
“ra”-nya berharakat fathah, dhammah, atau sukun, maka dia dibaca tebal
menurut ijma` para ulama. Seperti: “hudziral mautu”, “yuradduuna”,
atau “al-`usrati”. Sama halnya jika “ra” sukun yang didahului
dengan huruf yang berkasrah, atau ia berada setelah huruf isti`la`.
Contohnya: “amirtaabuu” atau “irshaadan”. Dan jika huruf yang
berkasrah sebelumnya itu lazim, dan setelahnya tidak ada huruf isti`la`,
maka ia dibaca tipis. Contohnya: “miryatin”, “syir`atin”, “fir`auna”,
dan sebagainya. Demikian pula halnya semua huruf “ra” yang berkasrah,
maka tidak ada perbedaan ia dibaca tipis. Dan adapun jika berhenti pada huruf “ra”
yang didhammah, atau difathah, atau disukun, maka ia boleh dibaca tebal atau
dibaca tipis. Namun jika berhenti pada huruf “ra” yang dikasrah, maka
terbagi dua: jika dihilangkan harakatnya, maka ia dibaca tipis seperti jika
membacanya secara sambung. Dan jika membaca waqaf dengan sukun, maka ia dibaca
tebal, selama tidak ada sebelumnya huruf yang berkasrah atau ada “ya”
sukun. Seperti pada firman-Nya: “munhamir” dan “nadziir”.
Berdasarkan bacaan Warasy, maka semua kata ini dibaca tipis.
f.
Tentang penyebutan
huruf “Lam”
Adapun madzhab Warasy membaca tebal huruf “lam” yang berharakat
fathah, dan huruf sebelumnya ialah: “shad”, “dza`”, dan “tha`”.
Ketiga huruf ini harus berharakat fathah atau sukun, bukan yang lain. Dan jika
“lam” bertemu dengan “shad” yang berada pada awal suatu ayat, dan
ia diakhiri dengan huruf “ya”, sebagai contoh: “shallaa” dana “fashallaa”,
maka boleh dibaca tebal atau tipis. Demikian pula halnya jika huruf “lam”
didahului dengan ketiga huruf tersebut di atas, lalu ia dibaca waqaf, maka ia
boleh dibaca tebal atau tipis. Sedangkan yang lain membaca huruf “lam”
yang berfathah dengan tipis bagaimanapun keadaannya. Dan mereka sepakat untuk
membaca tebal pada nama “Allah” swt. disertai dengan baris fathah dan
dhammah. Seperti pada firman-Nya: “qaalallaahu”, “rusulullaahi”,
“qaalullaahumma”, dan yang serupa dengan itu. Dan dibaca tipis jika
huruf sebelumnya berbaris kasrah dan dibaca sambung. Seperti pada firman-Nya: “bismillaahi”,
“alhamdu lillaahi” “qulillaahumma”, dan yang serupa dengan itu.
g.
Tentang penyebutan
lafadz yang di-waqaf-kan pada akhir kalimat
Semua ulama qurra` jika berhenti pada akhir kalimat yang berharakat
jika dibaca sambung, maka ia membacanya dengan sukun jika berhenti. Namun, pada
dasarnya, ada riwayat yang bersumber dari para ulama Kufah dan Abu `Amr bahwa
jika berhenti pada suatu kalimat, maka harus ada isyarat yang menunjukkan
harakat huruf tersebut, baik itu secara isymam atau ruum.
Sedangkan yang lain tidak mendapatkan riwayat ini. Adapun dengan membacanya
secara ruum, yakni hanya melafadzkannya dengan suara yang samar-samar.
Tidak menyebutkan harakatnya secara jelas. Sedangkan secara isymam,
yakni mulut seolah-olah menyebut harakat dhammah setelah mensukunkan huruf
tersebut. Adapun ulama qurra` yang membacanya dengan ruum, maka kalimat
tersebut harus berbentuk rafa`, dhammah, jar, dan kasrah. Tidak dibaca
demikian jika kata itu berbentuk nashab atau fathah.
Dan adapun ulama qurra` yang membacanya dengan isymam, maka
kalimat tersebut harus berbentuk rafa` dan dhammah. Bukan yang lain. Dan adapun
jika suatu kalimat diakhiri dengan harakat “mim jama`”, maka madzhab
yang membacanya dengan dhammah tidak boleh membaca dengan cara
mengisyaratkannya dengan ruum atau isymam. Karena harakat huruf
tersebut akan hilang jika berhenti. Demikian pula jika diakhiri dengan “ha
ta`nits” karena ia akan berharakat sukun.
h.
Tentang penyebutan
lafadz yang di-waqaf-kan sesuai dengan tulisan Mushaf
Adapun riwayat yang bersumber dari Nafi`, Abu `Amr, dan para ulama
Kufah, menyebutkan bahwa jika mereka berhenti pada suatu kalimat, maka
haraktnya sesuai dengan tulisan pada mushaf. Lain halnya dengan yang
diriwayatkan dari Ibnu Katsir dan Ibnu `Amir, mereka tidak membacanya demikian
karena adanya perbedaan. Sebagai contoh: “ha ta`nits” pada mushaf
ditulis dengan huruf “ta” pada dasarnya. Misalnya: “na`amat” ,”rahimat”,
“syajarat”, “tsamarat”, dan yang serupa dengan itu. Al-Kisa`I dan
Abu `Amr, jika keduanya berhenti pada kata-kata tersebut, maka ia membacanya
dengan huruf “ha”. Sedangkan ulama yang lain membaca semua itu dengan
huruf “ta” sesuai dengan tulisan mushaf.
Adapun Abu `Amr meriwayatkan dari Ibnu al-Yazidi dari ayahnya,
bahwa jika berhenti pada kalimat “wa ka`ayyin” dalam semua ayat
Al-Qur`an, maka mereka membacanya dengan huruf “ya”. Sedangkan yang lain
dengan “nun”. Dan Abu `Amr meriwayatkan dari Abu Abdurrahman, dari
ayahnya, bahwa pada kalimat “famaali haa`ulaa`i” (QS. 4:78), “maali
haadzal kitaabi” (QS. 18:49), “maali haadzar rasuuli” (QS. 25:7),
dan “famaali haadzal ladziina kafaruu” (QS. 70:36), jika ia berhenti
pada kata “maa”, maka ia tidak membaca huruf “lam”-nya pada
keempat ayat tersebut. Sedangkan yang lain membacanya dengan “lam” yang
terpisah.
Hamzah dan al-Kisa`I, ketika berhenti pada kalimat dalam
firman-Nya: “ayyan maa tad`uu” (QS. 17:110), ia membacanya dengan “ayyin”,
tanpa ada kata “maa”. Mereka mengganti huruf alif dengan tanwin.
Sedangkan yang lain tetap memakai “maa”. Abu `Amr dan al-Kisa`I, ketika
berhenti pada firman-Nya: “ayyuhal mu`minuun” pada surah an-Nur (QS.
24:31), “yaa ayyuhas saahiru” pada surah az-Zukhruf (QS. 43:49), dan “ayyuha
tstsaqalaani” pada surah ar-Rahman (QS. 55:31), mereka membacanya dengan
alif. Sedangkan yang lain tanpa alif. Dan al-Kisa`I, ketika berhenti pada
kalimat “waadin namli” (QS. 27:18), ia membacanya dengan “ya”.
Sedangkan yang lain tanpa ada “ya”. Dan Al-Bizzi sendiri menambahkan
huruf “ha” sukun ketika berhenti pada kata “maa” sebagai kata
Tanya, dan jika didahului oleh huruf jar. Seperti pada firman-Nya: “falima
taqtuluuna”.
i.
Tentang
Madzhab Imam Hamzah yang berhenti sejenak (suku>t) pada huruf
yang mati (sukun) sebelum huruf Hamzah
Imam Hamzah meriwayatkan bacaan dari khalaf, bahwa berhenti sejenak
pada huruf yang disukun yang terdapat pada akhir kalimat, dan huruf sukun
tersebut tidak berupa huruf Mad, kemudian setelah huruf tersebut
terdapat huruf hamzah. Hal ini dilakukan agar huruf hamzah-nya menjadi jelas.
Contohnya: “man aamana” atau “hal ataaka”. Namun jika huruf sukun
tersebut bertemu dengan hamzah dalam satu kalimat yang bersambung seperti
lafadz “syai`un”, maka tidak perlu melakukan saktah atau diam
sejenak.
j.
Tentang
membaca fathah dan sukun pada huruf “Ya” yang diidlafahkan
Dalam hal ini 214 huruf “ya” yang diperdebatkan, di
antaranya ialah ada 99 huruf “ya” jika bertemu dengan huruf hamzah yang
dibaca fathah, yang dibaca kasrah ada 52 “ya”, yang dibaca dhammah ada
10, terdapat pula 16 huruf “ya” jika bertemu dengan huruf alif yang
dibaca sambung (washal) dan memakai “lam”’, dan jika bertemu
dengan huruf alif saja tanpa ada “lam” ada 7, dan sisanya 30 huruf “ya”.
Adapun Abu Amr dan ulama Haramain, jika terdapat huruf “ya” yang
setelahnya terdapat huruf hamzah yang dibaca fathah, seperti lafadz “innii
a`lamu” atau “innii akhluqu”, maka huruf “ya”-nya dibaca kasrah.
Namun jika setelahnya terdapat huruf hamzah yang dikasrah seperti lafadz “minnii
illaa” atau “minnii innaka”, maka Imam Nafi` dan Abu `Amr membaca “ya”-nya
dengan harakat fathah dalam surat apapun dalam Al Qur’an. Namun imam Nafi`
hanya membaca seperti ini pada 8 tempat saja, seperti dalam surah Ali Imran
ayat 52.
Dan adapun jika terdapat huruf “ya” dan setelahnya ada huruf
hamzah yang dibaca dhammah, maka imam Nafi` membaca “ya”-nya dengan fathah,
seperti lafadz “innii u`iidzuhaa bika”. Sedangkan yang lain membacanya
dengan sukun. Dan setiap “ya” yang setelahnya terdapat “alif lam”
seperti lafadz “rabbiya lladzii” atau “aataaniyal kitaaba”, maka
imam Hamzah membacanya dengan sukun. Sedangkan yang lain membaca “ya” dengan
harakat fathah. Sedangkan menurut Imam Abu Syu’bah, huruf “ya” tersebut harus
dibaca fathah dan tetap ditampakkan maski dalam kondisi waqaf atau sukun. Kemudian,
setiap huruf “ya” yang setelahnya terdapat huruf alif, seperti lafadz “inniishthafaytuka”,
bagi imam Nafi` “ya”-nya harus disukun dalam tiga tempat saja, sedangkan
menurut Ibnu Katsir dalam dua tempat saja. Sedangkan Abu `Amr mengatakan bahwa “ya”
tersebut harus dibaca fathah, bukan sukun.
3.
Ragam Bacaan
dalam Al-Qur`an
Berikut beberapa ragam qira`at atau
model bacaan dari ketujuh ulama qurra` (baca: qira`ah sab`ah) tersebut
dalam Al-Qur`an.
Nomor Ayat |
Model Bacaan |
Surah Al-Baqarah |
|
9 |
Al-Haramin
dan Imam Abu `Amr membaca kalimat “wa maa yukhaadi`uuna” dengan
menambahkan alif pada huruf “kha’” sehingga huruf tersebut
dibaca panjang dan berharakat fathah. Sedangkan huruf “ya”-nya dibaca dhamma
dan huruf “dal” dibaca kasrah. Sedangkan yang lain dengan cara tidak
membaca huruf “kha’” dengan panjang, dan huruf “ya” dan “dal”-nya
diberi harakat fathah. |
48 |
Ibnu
Kasir dan Abu `Amr membaca “walaa tuqbalu minhaa” dengan huruf “ta”.
Sedangkan yang lain membacanya dengan huruf “ya”. |
102 |
Pada kalimat “walaakinnasy syayaathiina”, Imam
Ibnu ‘Amir, Imam Hamzah, dan Imam al-Kisai membaca huruf “nun” dengan
harakat kasrah, sedangkan yang lain dengan harakat fathah. |
132 |
Nafi` dan
Ibnu Amir membaca “wa awsha” dengan alif pendek, dan yang lain dengan
selain huruf alif bertasydid. |
140 |
Hafsh, Ibnu
Amir, Hamzah, dan al-Kisa`I membaca “am taquluna” dengan huruf “ta”,
dan yang lain membacanya dengan huruf “Ya”. |
143 |
Ulama
haramain, Ibnu Amir, dan Hafsh membaca “laraufun” membaca dengan
tasydid, dan yang lainnya membaca pendek. |
165 |
Nafi` dan
Ibnu Amir membaca “walaw taraa al-ladziina” dengan huruf “ta”,
sedangkan yang lain membaca dengan huruf “ya”. Dan pada “idz
yarawna”, Ibnu Amir membacanya dengan dhammah, sedangkan yang lain dengan
fathah. |
168 |
Qunbul,
Hafsh, Ibnu Amir, dan al-Kisa`I membaca “khuthwaati” dengan didhammah
huruf “tha`”-nya, sedangkan yang lain dengan sukun. |
173 |
`Ashim, Abu
Amr, dan Hamzah menkasrahkan “Nun” pada bacaan “famanidh turra”,
“ani`buduu”, “inihkum”, “laakinindzur”, “anigduu”.
Sama halnya mereka menkasrahkan huruf “Dal” pada bacaan “wa
laqadistuhzi`a”. Menkasrahkan huruf “ta” pada bacaan “wa
qaalatikhruj”. Membaca tanwin seperti pada lafadz “fatiilan undzur”
dan “mubiinun uqtuluu”. Sama adanya jika terdapat dhammah setelah dua
huruf yang disukun dan dimulai dengan alif yang didhammah. |
189 |
Warasy,
Hafsh, dan Abu `Amr membaca “al-buyuut” dan “buyuutikum” dengan
mendhammah huruf “ba”-nya, sedangkan yang lain menkasrahnya. |
191 |
Hamzah dan
al-Kisa`I membaca “walaa tuqaatiluukum”, “hattaa yuqaatiluukum”,
dan “fain qaataluukum” dengan alif pada lafadz “al-qatl”,
sedangkan yang lain dengan alif pada lafadz “al-qitaal”. |
197 |
Ibnu Katsir
dan Abu `Amr membaca “falaa rafatsa” dan “walaa fusuuqa” dengan
rafa` dan tanwin pada keduanya. Sedangkan yang lain dengan nashab, tanpa
ditanwin. Dan tidak ada perbedaan pada lafadz “walaa jidaala”. |
208 |
Ulama Haramain
dan al-Kisa`I membaca “fissalmi” dengan memfathah huruf “sin”-nya,
sedangkan yang lain menkasrahnya. |
271 |
Ibnu Katsir,
Warasy, dan Hafsh membaca “fani`immaa” dan pada surah an-Nisa` (QS.
4:58) dengan menkasrah huruf “nun” dan “`ain”-nya. Qalun, Abu
Bakr, dan Abu `Amr menkasrah “nun”-nya dan boleh pula disukun.
Sedangkan yang lain memfathah “nun” dan menkasrah “`ain”-nya.
Ibnu Katsir, Abu Bakr, dan Abu `Amr membaca “nukaffir” dengan huruf “nun”
dan merafa` huruf “ra”-nya. Hafsh dan Ibnu Amir dengan huruf “ya”
dan merafa`-nya. Dan yang lain dengan “nun” dan men-jazam-nya. |
273 |
`Ashim, Ibnu
Amir, dan Hamzah membaca “yahsibuhum”, “yahsibuuna”, “yahsibu”,
dan “yahsabna”, jika berbentuk fi`il mudhari` maka “sin”-nya
difathah. Sedangkan yang lain menkasrahnya. |
279 |
Abu Bakr dan
Hamzah membaca “fa`dzanuu” dengan panjang dan menkasrah huruf “dzal”-nya.
Sedangkan yang lain membaca pendek dan memfathah “dzal”-nya. |
281 |
Abu `Amr
membaca “turja`uuna fiihi” dengan memfathah “ta” dan menkasrah
“jim”-nya. Sedangkan yang lain mendhammah “ta” dan memfathah “jim”-nya. |
282 |
Hamzah
membaca “minasysyuhadaa`I an tadhilla” dengan menkasrah huruf hamzah.
Sedangkan yang lain memfathahnya. Hamzah juga membaca “fatudzakkira”
dengan merafa` huruf “ra” dan mentasydidnya. Ibnu Katsir dan Abu `Amr
menashabnya dan tidak bertasydid. Sedangkan yang lain menashabnya dan
bertasydid. `Ashim membaca “tijaaratan haadhiratan” dengan nashab,
sedangkan yang lain merafa`nya. |
285 |
Hamzah dan
Al-Kisa`I membaca “wakitaabihi” dengan alif dan berbentuk mufrad.
Sedangkan yang lain tanpa alif dan berbentuk jama`. Abu `Amr membaca “rusulunaa”,
“rusulukum”, “rusuluhum”, dan “subulanaa”, jika ada 2
huruf setelah “lam”, maka “sin” dan “ba”-nya disukun.
Dan yang lain mendhammahnya. |
Surah Ali
Imran |
|
3 |
Abu `Amr,
Ibnu Dzakwan, dan al-Kisa`I membaca “at-tawraata” dengan imalah
pada semua ayat Al-Qur`an. Sedangkan yang lain memfathahnya, demikian pula
bacaan Qalun. |
12 |
Hamzah dan
al-Kisa`i membaca “sayuglabuuna wa yuhsyaruuna” dengan huruf “ya”
pada keduanya. Sedangkan yang lain dengan huruf “ta”. |
19 |
al-Kisa`I
membaca “innaddiina `indallaahi” dengan memfathah hamzah, sedangkan
yang lain menkasrahnya. |
27 |
Nafi`, Hafsh,
Hamzah dan al-Kisa`I membaca “al-hayya minal mayyiti”, “al-mayyita
minal hayyi”, dan “ilaa baladin mayyitin”, dengan bertasydid.
Sedangkan yang lain tidak. |
36 |
Abu Bakr dan
Ibnu `Amir membaca “bimaa wadha`at” dengan mensukun “`ain” dan
mendhammah “ta”-nya. Sedangkan yang lain memfathah “`ain” dan
mensukun “ta”-nya. |
48 |
Nafi` dan
`Ashim membaca “wa nu`allimuhu” dengan “ya”. Sedangkan yang
lain dengan huruf “nun”. |
57 |
Hafsh membaca
“fanuwaffiihim” dengan huruf “ya”, sedangkan yang lain dengan
huruf “nun”. |
66 |
Nafi` dan Abu
`Amr membaca “haa`antum” dengan panjang, tanpa ada huruf hamzah. Dan
warasy membaca dengan sedikit panjang. Qunbul memakai huruf hamzah, tanpa ada
alif setelah “ha”. Sedangkan yang lain membaca panjang dan memakai
hamzah. |
83 |
Hafsh dan Abu
`Amr membaca “tabguuna” dengan huruf “ya”. Hafsh membaca “wa
ilaihi turja`uuna” dengan “ya”. Dan sedangkan yang lain dengan
huruf “ta” pada kedua-duanya. |
133 |
Nafi` dan
Ibnu `Amir membaca “saari`uu” tanpa ada “waw” sebelum huruf “sin”.
Sedangkan yang lain memakai huruf “waw”. |
154 |
Hamzah dan
al-Kisa`I membaca “yagsyaa thaa`ifatan” dengan “ta”. Sedangkan
yang lain dengan “ya”. Abu `Amr membaca “kullahuu lillaahi”
dengan merafa` “lam”-nya, sedangkan yang lain menashabnya. |
171 |
al-Kisa`I
membaca “wa innallaaha laa yudhii`u” dengan menkasrah hamzah-nya.
Sedangkan yang lain memfathahnya. |
180 |
Ibnu Katsir dan Abu ‘Amr membaca “bimaa
ta`maluuna khabiir” dengan huruf “ya”,
sedangkan yang lain dengan huruf “ta”. |
195 |
Ibnu Katsir
dan Ibnu ‘Amir membaca “wa qutiluu” dengan mantasydid huruf “ta”-nya,
sedangkan yang lain tidak. |
Surah An-Nisa>` |
|
1 |
Para ulama
Kufah membaca “tasaa`aluuna” dengan tidak mentasydid “Sin”-nya,
sedangkan yang lain mentasydidnya. |
5 |
Nafi’ dan
ibnu ‘Amir membaca “qiyaaman” tanpa ada Alif, sedangkan yang lain
membacanya dengan Alif. |
10 |
Abu Bakar dan
Ibnu ‘Amir membaca “sayashlawna” dengan mendhammah “ya”-nya,
sedangkan yang lain memfathahnya. |
25 |
Abu Bakar,
Hamzah, dan al-Kisa`I membaca “fa`idzaa uhshinna” dengan memfathah
huruf hamzah dan “shad”-nya, sedangkan yang lain mendhammah huruf
hamzah dan mengkasrah “shad”-nya. |
40 |
Ulama
Haramain membaca “wa in taku hasanatan” dengn rafa`, sedangkan yang
lain menashabnya. |
77 |
Ibnu Katsir, Hamzah,
dan al-Kisa`I membaca “walaa tudzlamuuna fatiilan” dengan “ya”,
sedangkan yang lain dengan “ta”. |
95 |
Nafi`, Ibnu
`Amr dan al-Kisa`I membaca “ghairu ulidh dharari” dengan menashab “ra”-nya,
sedangkan yang lain merafa`nya. |
114 |
Hamzah dan
Abu `Amr membaca “fasawfa yu`tiihi ajran” dengan “ya”,
sedangkan yang lain dengan huruf “nun”. |
135 |
Ibnu `Amir
dan Hamzah membaca “wa in talwuu” dengan mendhammah “lam” dan
mensukun “waw”, sedangkan yang lain mensukun “lam”-nya, dan ada
huruf “waw” lagi setelahnya. “waw” yang pertama didhammah, dan
yang kedua disukun. |
163 |
Hamzah
membaca “zabuuran” dengan mendhammah huruf “zay”-nya, sedangkan
yang lain memfathahnya. |
Surah Al-Ma>idah |
|
2 |
Abu `Amr dan Ibnu
`Amir membaca “syana`aanu qawmin” dengan mesukun “nun”-nya,
sedangkan yang lain memfathahnya. |
13 |
Hamzah dan
al-Kisa`I membaca “quluubuhum qaasiyatan” dengan mentasydid “ya”-nya
tanpa ada alif. Sedangkan yang lain tidak mentasydidnya serta ada alif. |
42 |
Ibnu Katsir,
Abu `Amr, dan al-Kisa`I membaca “lissuhti” dengan mendhammah “ha”-nya,
sedangkan yang lain mensukunnya. |
67 |
Nafi`, Ibnu
`Amir, dan Abu Bakr membaca “famaa ballaghta risaalatahuu” dengan
bentuk jama` dan menkasrah “ta”-nya. Sedangkan yang lain dengan bentuk
mufrad dan menashab “ta”-nya. |
98 |
Ibnu `Amir
membaca “qiyaaman linnaasi” tanpa ada alif, sedangkan yang lain dengan
memakai alif. |
110 |
Hamzah dan
al-Kisa`I membaca “illaa sihrun” dengan memakai alif, sedangkan yang
lain tanpa ada alif. |
119 |
Nafi` membaca
“haadzaa yawmun” dengan menashab “mim”-nya, sedangkan yang lain
merafa`nya. |
Surah Al-An`a>m |
|
16 |
Abu Bakr,
Hamzah, dan al-Kisa`I membaca “man yushraf” dengan memfathah “ya”
dan menkasrah “ra”-nya. Sedangkan yang lain mendhammah “ya” dan
memfathah “ra”-nya. |
33 |
Nafi` dan
al-Kisa`I membaca “laa yukadzdzibuunaka” dengan tidak bertasydid,
sedangkan yang lain dengan bertasydid. |
92 |
Abu `Amr
membaca “waliyundzira umma” dengan huruf “ya”, sedangkan yang
lain dengan huruf “ta”. |
109 |
Imam Ibn
Katsir, Abu `Amr dan Abu Bakr membaca “innahaa
idza jaa`at” dengan menkasrah hamzah sedangkan yang lain memfathahnya. |
141 |
Imam Ibnu `Amir,
‘Ashim dan Abu Amr membaca “yauma hasaaduhu”
dengan memfathah “ha”-nya, sedangkan yang lain menkasrahnya. |
161 |
Para ulama Kufah
dan Ibn Amir membaca “diinan qiyaaman”
dengan menkasrah “qaf”, memfathah “ya”, dan tidak bertasydid.
Sedangkan yang lain memfathah “qaf”, menkasrah “ya”, dan
mentasydidnya. |
Surah Al-A`ra>f |
|
3 |
Imam Ibnu `Amir
membaca ayat “Qolilan ma yatadzakkarun”
dengan menambahkan huruf “ya”, sedangkan yang lain tanpa ada huruf “ya”. |
25 |
Imam Hamzah, al-Kisai,
dan Ibnu Dzakwan membaca ayat “waminha
takhrujun” dengan memfathah “ta” dan mendhammah “ra”-nya.
Sedangkan yang lain mendhammah “ta” dan memfathah “ra”-nya. |
59 |
Imam al-Kisa`i
membaca “min ilahin ghairih”,
dengan khafad. Sedangkan yang lain dengan mendhammah “ra”-nya. |
128 |
Imam Haramain
membaca “sanaqtulu” dengan memfathah “nun” dan mendhammah “ta”
dan tidak bertasydid. Sedangkan yang lain mendhammah “nun”, menkasrah
“ta”, dan bertasydid. |
172 |
Imam Nafi`, Abu
`Amr, dan Abu `Amir membaca “zurriyaatuhum”
dengan bentuk jama’ dan menkasrah “ta”-nya.
Sedangkan yang lain membacanya dalam bentuk mufrad dan menashab “ta”-nya. |
Surah Al-Anfa>l |
|
9 |
Imam Nafi`
membaca “murdafin” dengan memfathah
“dal”. Sedangkan yang lain menkasrahnya. |
50 |
Imam Ibnu `Amir
membaca “idz tatawaffalladziina”
dengan memakai 2 huruf “ta”. Sedangkan yang lain dengan huruf “ya”
dan “ta”. |
Surah
At-Taubah |
|
12 |
Para ulama Kufah
dan Ibn `Amir membacanya “a`immatan”
dengan memakai 2 huruf hamzah. Sedangkan yang lain dengan memakai huruf
hamzah dan “ya”. |
37 |
Imam Warsy
membaca “innama nnasii`u” dengan mentasydid
“ya” dan tanpa ada hamzah. Sedangkan yang lain membacanya dengan hamzah
dan memanjangkannya, serta mensukun “ya”-nya. |
109 |
Imam Nafi` dan
Ibnu `Amir membaca “afaman assasa bun
yaanahu” dengan mendhammah hamzah, menkasrah “sin”, dan merafa` “nun”-nya.
Sedangkan yang lain memfathah hamzah dan “sin”, serta menashab “nun”-nya. |
Surah Yunus |
|
5 |
Qunbul
membaca “dhiyaa`an” dengan memakai hamzah setelah huruf “dha`”.
Sedangkan yang lain dengan memakai huruf “ya” setelahnya. |
61 |
Al-Kisa`I
membaca “wamaa ya`zubu an rabbika” dengan menkasrah “zay”.
Sedangkan yang lain mendhammahnya. |
103 |
Hafsah dan
al-Kisa`I membaca “nunjil mu`miniina” dengan tidak bertasydid.
Sedangkan yang lain membacanya dengan tasydid. |
Surah Hud |
|
25 |
Ibnu Katsir,
Abu `Amr, dan al-Kisa`I membaca “innii lakum nadziirun” dengan
memfathah hamzah. Sedangkan yang lain menkasrahnya. |
108 |
Hafsah dan
Hamzah membaca “su`iduu” dengan mendhammah “sin”, sedangkan
yang lain memfathahnya. |
Surah Yusuf |
|
5 |
Hafsah
membaca “yaa bunayya” dengan memfathah “ya”, sedangkan yang
lain menkasrahnya. |
110 |
Para ulama
Kufah membaca “qad kudzibuu” dengan tidak mentasydid “dzal”-nya.
Sedangkan yang lain mentasydidnya. |
Surah al-Ra`d |
|
4 |
Ibnu Katsir,
Abu `Amr, dan Hafsah membaca “wa zar`un wa nakhiilun shinwaanun wa ghairu”
dengan merafa keempat lafadz tersebut. Sedangkan yang lain membacanya dengan khafad. |
42 |
Para ulama
Kufah membaca “wa saya`lamul kuffaaru” dengan bentuk jama`.
Sedangkan yang lain dengan bentuk mufrad. |
Surah Ibrahim |
|
30 |
Ibnu Katsir
dan Abu `Amr membaca “liyudhilluu” dengan memfathah “ya”-nya.
Sedangkan yang lain mendhammahnya. |
46 |
Al-Kisa`I
membaca “litazuula minhu” dengan memfathah “lam” yang pertama,
dan yang kedua merafa`nya. Sedangkan yang lain menkasrah “lam” yang
pertama, dan yang kedua dinashab. |
Surah Al-Hijr |
|
15 |
Ibnu Katsir
membaca “innamaa sukkirat” dengan tidak mentasydid “kaf”,
sedangkan yang lain mentasydidnya. |
56 |
Abu `Amr dan
al-Kisa`I membaca “wa man yaqnatu” dengan menkasrah “nun”-nya.
Sedangkan yang lain memfathahnya. |
Surah Al-Nahl |
|
11 |
Abu Bakr
membaca “yunbitu lakum” dengan huruf “nun”, sedangkan yang lain
dengan huruf “ya”. |
127 |
Ibnu Katsir
membaca “fii dhaiqin” dengan menkasrah “dha`”-nya. Sedangkan
yang lain memfathahnya. |
Surah Al-Isra>` |
|
2 |
Abu `Amr
membaca “allaa tattakhidzuu” dengan huruf “ya”, sedangkan yang
lain dengan huruf “ta”. |
102 |
Al-Kisa`I
membaca “laqad `alimta” dengan mendhammah “ta”-nya, sedangkan
yang lain memfathahnya. |
Surah
Al-Kahfi |
|
17 |
Ibnu `Amir
membaca “tazaawaru `an kahfihim” dengan mensukun “zay” dan
mentasydid “ra”. Dan para ulama Kufah membacanya dengan memfathah “zay”,
tidak bertasydid, serta ada alif setelahnya. Sedangkan yang lain mentasydid “zay”
dan tetap ada alif. |
109 |
Hamzah dan
al-Kisa`I membaca “qabla an tanfadza” dengan “ya”. Sedangkan
yang lain dengan “ta”. |
Surah Maryam |
|
6 |
Abu `Amr dan
al-Kisa`I membaca “yaritsunii wa yaritsu” dengan menjazam keduanya.
Sedangkan yang lain merafa` keduanya. |
90 |
Nafi` dan
al-Kisa`I membaca “takaadus samaawaatu” dengan huruf “ya”,
sedangkan yang lain dengan huruf “ta”. |
Surah Tha>ha> |
|
10 |
Hamzah
membaca “li ahlihim kutsuu” dengan mendhmmah “ha”. Sedangkan
yang lain menkasrahnya. |
112 |
Ibnu Katsir
membaca “falaa yakhaafu dzulman” dengan menjazam “fa”-nya.
Sedangkan yang lain merafa`nya da nada alif sebelumnya. |
Surah
al-Naml |
|
21 |
Ibnu Katsir
membaca “aw laya`tiyannii” dengan dua huruf “nun”, “nun”
yang pertama difathah dan bertasydid. Sedangkan yang lain cuma satu huruf “nun”,
dikasrah dan bertasydid. |
89 |
Para ulama
Kufah membaca “min faza`in” dengan tanwin, sedangkan yang lain tanpa
tanwin. Para ulama Kufah dan Nafi` membaca “yawma`idzin” dengan
memfathah “mim”-nya, sedangkan yang lain menkasrahnya. |
Surah
Al-Qashash |
|
6 |
Hamzah dan
al-Kisa`I membaca “wa nuriya fir`awna wa haamaana wa junuudahumaa”
dengan “ya” yang difathah dan memfathah “ra”-nya, fathahnya dibaca
miring (imalah), serta ketiga isim setelahnya dibaca rafa`.
Sedangkan yang lain membaca dengan “nun” yang didhammah, menkasrah “ra”-nya,
dan memfathah huruf “ya” setelahnya, serta menashab ketiga isim setelahnya. |
60 |
Abu `Amr
membaca “afalaa ta`qiluun” dengan huruf “ya”, sedangkan yang
lain dengan “ta”. |
Surah
Al-Ankabu>t |
|
25 |
Ibnu Katsir,
Abu `Amr, dan al-Kisa`I membaca “mawaddata” dengan rafa` dan tanpa
bertanwin. Hafsah dan Hamzah membacanya dengan nashab dan tanpa bertanwin.
Sedangkan yang lain membaca dengan nashab dan bertanwin. Kata “baynikum”,
Ibnu Katsir, Abu `Amr, Hafsah, Hamzah, dan al-Kisa`I membacanya dengan jar.
Sedangkan yang lain dengan fathah. |
66 |
Ibnu Katsir,
Qalun, Hamzah, dan al-Kisa`I membaca “waliyatamatta`uu” dengan
mensukun “lam”. Sedangkan yang lain menkasrahnya. |
Surah
ar-Ru>m |
|
11 |
Abu Bakr dan
Abu `Amr membaca “tsumma ilayhi turja`uun” dengan “ya”,
sedangkan yang lain dengan “ta”. |
54 |
Abu Bakr dan
Hamzah membaca “min dha`fin” dengan memfathah “dha`”-nya.
Sedangkan yang lain mendhammahnya. Para ulama Kufah membaca “laa yanfa`u
lladziina” pada surah ini (ayat 57) dengan “ya”, sedangkan yang
lain dengan “ta”. |
Surah
Luqman |
|
3 |
Hamzah
membaca “hudan wa rahmatan” dengan rafa`, sedangkan yang lain membaca
dengan nashab. |
27 |
Abu `Amr
membaca “walbahru yamudduhuu” dengan menashab “ra”-nya.
Sedangkan yang lain merafa`nya. |
Surah
As-Sajadah |
|
7 |
Ibnu Katsir,
Ibnu `Amir, dan Abu `Amr membaca “kullu syai`in khalaqahuu” dengan
mensukun “lam”-nya. Sedangkan yang lain memfathahnya. |
24 |
Hamzah dan
al-Kisa`I membaca “lammaa shabaruu” dengan menkasrah “lam” dan
tidak mentasydid “mim”-nya. Sedangkan yang lain me mfathah “lam”
dan mentasydid “mim”-nya. |
Surah
Al-Ahza>b |
|
10 |
Hamzah dan
Abu `Amr membaca “adz-dzunuuna” dengan membuang huruf alif-nya. Ibnu
Katsir, Hafsah, dan al-Kisa`I membuangnya jika dibaca sambung. Sedangkan yang
lain dengan tetap memakai alif. |
67 |
Ibnu `Amir
membaca “saadatanaa” dengan bentuk jama` dan menkasrah “ta”-nya.
Sedangkan yang lain dengan bentuk mufrad dan menashab “ta”-nya. |
Surah
Saba` |
|
5 |
Ibnu Katsir
dan Hafsah membaca “min rijzin aliimun” pada surah ini dan pada surah
al-Jatsiyah (QS. 45:11) dengan merafa “mim”-nya. Sedangkan yang lain
men-jar-nya. |
54 |
Ibnu `Amir
dan al-Kisa`I membaca “wahiila baynahum” dengan mendhammah “ha”-nya
(dibaca isymam). Sedangkan yang lain menkasrahnya. |
Surah Ya>si>n |
|
5 |
Hafsah, Ibnu
`Amir, dan al-Kisa`I membaca “tanziilal `aziizi” dengan menashab “lam”-nya.
Sedangkan yang lain merafa`nya. |
70 |
Nafi` dan
Ibnu `Amir membaca “liyundzira man kaana” dengan huruf “ta”.
Sedangkan yang lain dengan huruf “ya”. |
Surah
al-Tahri>m |
|
3 |
al-Kisa’i
membaca “’Arafa ba’dhahu” dengan tidak mentasydid “ra”-nya.
Sedangkan yang lain mentasydidnya. |
12 |
Abu ‘Amir dan
Hafsah membaca “kutubihi” dengan bentuk jama’, sedangkan yang
lainnya membacanya dengan bentuk mufrad. |
Surah
al-Ha>qqah |
|
9 |
Abu `Amr dan
al-Kisa’i membaca “wa man qablahu” dengan mengkasrah “qaf” dan
memfathah “ba”-nya. Sedangkan yang lain memfathah “qaf” dan mensukun “ba”-nya.
|
41 dan 42 |
Ibnu Katsir
dan Ibnu `Amir membaca “qaliilan maa tu`minuuna” dan “qaliilan maa
tadzakkaruuna” dengan memakai huruf “ya”. Sedangkan yang lain
dengan huruf “ta”. |
C.
Refleksi Atas
Kitab Al-Taysi>r
Dari beberapa contoh yang
dipaparkan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa model qira`ah atau ragam
bacaan Al-Qur`an yang telah dijelaskan oleh Imam Abu `Amr ad-Da>niy merupakan qira’ah yang telah disepakati. Adapun bacaan selain dari ketujuh
imam qurra` tersebut merupakan qira`ah yang ganjil atau menyelisihi Qira’at
yang shahih. Adapun pemilihan tujuh imam qira’ah ini dilakukan oleh ulama di
abad ketiga dengan berbagai pertimbangan. Yakni, bacaan mereka sesuai dengan khath
(tulisan) Mushaf Utsmani, para imam qurra` tersebut terkenal kredibilitas dan
amanahnya, terkenal lamanya menggeluti dunia qira’ah, dan terkenal dalam
kesepakatan manusia untuk mengambil qira’ah darinya.
Tidak
dapat dipungkiri, bahwa kemunculan qira‘ah yang beraneka madzhab ini ditengarai
karena beberapa hal. Pertama, adanya perbedaan qira‘ah yang dibaca Nabi
dalam mengajarkan Al-Qur’an kepada para sahabat. Kedua, pengakuan Nabi
atas berbagai qira‘ah yang berlaku di kalangan kaum muslimin waktu itu. Hal ini
menyangkut beraneka ragamnya dialek di antara penduduk Arab pada masa turunnya
Al-Qur`an. Ketiga, ada riwayat dari para sahabat menyangkut berbagai
versi qira‘ah yang ada atau perbedaan riwayat dari para sahabat mengenai ayat-ayat
tertentu. Dan keempat, adanya perbedaan syakal, harakah,
atau huruf di antara para ulama yang diriwayatkan secara turun-temurun. Qira‘ah
ini ditetapkan berdasarkan sanad-sanadnya yang sampai kepada Rasulullah saw.
Secara
kronologis, munculnya berbagai macam bacaan bermula dari talaqqi, yakni guru
membaca dan murid mengikuti bacaan dari orang-orang yang tsiqah
(terpercaya). Dan ini merupakan kunci utama qira‘ah Al-Qur’an secara benar dan
tepat sebagaimana yang diajarkan Rasulullah saw. kepada para sahabatnya. Nah,
para sahabat ini berbeda-beda ketika menerima qira‘ah dari Rasulullah. Hingga
kemudian Utsman mengirimkan mushaf-mushaf ke berbagai kota Islam, beliau
menyertakan orang yang sesuai qira‘ah-nya dengan mushaf tersebut. Tentunya
qira‘ah orang-orang ini berbeda-beda satu sama lain, sebagaimana mereka mengambil
qira‘ah dari sahabat yang berbeda pula.
Dan hingga saat ini, adapun kitab yang khusus memaparkan mengenai qira`ah sangat banyak sekali. Di antaranya ialah At-Taysir fi al-Qira‘at as-Sab’i yang disusun Abu Amr ad-Da>niy, Matn asy-Syathibiyah fi Qira‘at as-Sab’i karya Imam Asy-Syathibi, An-Nasyr fi Qira‘at al-‘Asyr karya Ibn Al-Jazari, dan Ithaf Fudhala’ al-Basyar fi al-Qira‘at al-Arba’ah ‘Asyar karya Imam Ad-Dimyathi Al-Banna‘, serta ada pula kitab qira`ah sab'ah karya ulama lokal yang mendunia yaitu Faidh al-Barakat fi as-Sab’i al-Qira’at karya KH. Arwani Amin Kudus yang berasal dari Jawa Tengah.
- Get link
- Other Apps
Comments
Post a Comment